Jaringan 5G dan Dampaknya terhadap Cara Kita Berkomunikasi

Penerapan jaringan 5G di Indonesia, yang resmi dimulai pada Mei 2021, telah membawa perubahan signifikan dalam cara masyarakat berkomunikasi, baik secara pribadi maupun profesional. Dengan kecepatan tinggi dan latensi rendah, teknologi ini membuka era baru konektivitas nirkabel yang lebih andal dan efisien.
Jaringan 5G menawarkan kecepatan puncak hingga gigabit per detik dan latensi serendah 1–10 milidetik, jauh melampaui capaian 4G. Hal ini memungkinkan pengguna menikmati streaming video berkualitas ultra-HD tanpa buffering, panggilan video tanpa gangguan, serta akses aplikasi berbasis augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) secara lebih mulus.
Dampak langsung yang dirasakan masyarakat meliputi peningkatan kualitas konferensi video dan kolaborasi jarak jauh. Rapat virtual kini dapat dilakukan dengan resolusi tinggi dan sinkronisasi suara-gambar yang presisi. Pelajar dan mahasiswa juga semakin mudah mengakses materi pembelajaran interaktif melalui platform e-learning berteknologi AR/VR. Di sektor kesehatan, telemedicine menjadi lebih andal, memungkinkan konsultasi dokter-pasien secara real-time tanpa hambatan sinyal.
Namun, adopsi 5G di Indonesia masih menghadapi tantangan. Saat ini, pelanggan 5G baru mencapai sekitar 2% dari total pengguna internet nasional. Keterbatasan infrastruktur, ketersediaan spektrum yang memadai, biaya pembangunan sel-site 5G yang lebih rapat, dan harga perangkat 5G yang masih relatif mahal menjadi kendala utama dalam pemerataan akses.
Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, berupaya menurunkan hambatan tersebut dengan mempercepat pembangunan infrastruktur dan memperluas cakupan jaringan 5G ke berbagai wilayah di Indonesia.